Menkop dan UKM AAGN Puspayoga mengatakan, Nomor Induk Koperasi (NIK) yang diberikan kepada koperasi dalam rangka menata dan meningkatkan kapasitas dan kualitas koperasi.

"Dengan sertifikat NIK, koperasi tersebut akan diperioritaskan sebagai target sasaran di dalam pelaksanaan program-program kementerian," kata Menkop dan UKM saat memberikan sambutan HUT Koperasi Tingkat Jabar di Cibinong, Jumat (7/8) kemarin.

Selain itu, kata Menkop, pihaknya  mendorong agar koperasi bisa bermitra dengan lembaga lain seperti BUMN, BUMD maupun swasta dengan prinsip saling menguntungkan. “Sekaligus akan dijadikan contoh bagi koperasi lainya dalam meningkatkan kapasitas dan kualitasnya,” kata mantan Wagub Bali ini.

Puspayoga menekankan, dalam mengelola dan membina koperasi harus bersinergi mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah, karena dengan begitu akan bisa memantau program koperasi agar terus maju dan berkembang sehingga menjadikan koperasi sebagai ekonomi gotong royong dan UKM menjadi backbond ekonomi rakyat ketika perekonomian mengalami pelemahan.

"Kita inginkan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten kota bisa bersinergi dengan baik dan tidak tumpang tindih," katanya.

Puspayoga yakin, jika antara pemerintah pusat hingga pemerintah daerah bersinergi, maka program yang dicanangkan akan dapat dinikmati rakyat.  "Jangan sampai bupatinya ke timur, gubernurnya ke barat, menterinya ke selatan. Ini gak boleh terjadi," tegas Puspayoga.

Puspayoga sependapat dengan inisiatif Gubernur Jabar Ahmad Heriawan agar ada koperasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang nantinya diharapkan mampu mengatasi pembiayaan dalam pembangunan infrastruktur berbiaya besar, misalnya pembangunan jalan tol yang harus mencadangkan dana Rp 12 triliun.

"Jika ditalangi dengan melibatkan PNS dalam satu wadah yaitu koperasi, maka untuk membangun proyek seperti itu, PNS hanya dibebani Rp 100 ribu," kata Menkop.

Sumber : Indopos.com

Kementerian Koperasi dan UKM menyusun cetak biru dan road map pembiayaan bagi koperasi dan UMKM di Indonesia yang diharapkan bisa menjadi pedoman pengembangan sektor pembiayaan di masa mendatang.

"Ada banyak skim-skim atau kebijakan soal pembiayaan di Indonesia tapi belum terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik dalam satu wadah atau road map yang jelas. Bahkan kita juga belum memiliki cetak biru pembangunan sektor pembiayaan yang terpadu," kata Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Choirul Djamhari di Jakarta, Minggu (19/7/2015).

Menurut dia, jika Indonesia tidak segera memiliki cetak biru pembangunan sektor pembiayaan sesegera mungkin maka Indonesia kemungkinan besar akan tertinggal dibandingkan negara lain dalam mengembangkan sektor tersebut.

Oleh karena itu, pihaknya berinisiatif sejak dua tahun lalu menyusun cetak biru dan peta jalan sektor pembiayaan khususnya bagi KUMKM di Tanah Air hingga lima tahun ke depan.

"Dua tahun lalu kami berinisiatif menyusun blue print road map pembiayaan. Blue print ini kami upayakan disusun secara bertahap dan multidimensional juga disusun berdasarkan masalah pembiayaan yang terjadi sebelum, sekarang, hingga proyeksi ke depan di negara kita," katanya.

Penyusunan itu, kata dia, melibatkan hampir seluruh pemangku kepentingan baik dari kementerian/lembaga teknis, akademisi, Pemda, pelaku UMKM termasuk dari asosiasi dan Kadin.

Konsep cetak biru itu, menurut Choirul, juga telah mendapatkan dukungan langsung dari World Bank.