"Pak, saya beli saham akhir tahun lalu. Saat ini saham saya merugi, padahal salah satu bank besar di Indonesia. Kata orang-orang sudah saatnya jual karena akan terus memburuk. Saya bingung, Pak."

Begitulah kira-kira sebuah pesan di fanpage Facebook saya awal minggu ini.
Memang benar, semenjak awal tahun, saham secara umum mengalami penurunan di Bursa Efek Indonesia, saya kira semua yang telah memiliki saham dari awal tahun 2015 merasakan hal itu.

Apakah saham yang saya miliki tidak turun? Jawabannya, tentu saja turun. Mari kita pahami bersama bahwa tidak ada Superman di pasar saham, yang artinya seseorang yang memiliki 'kekuatan khusus' sehingga sahamnya kebal dari kerugian.

Ketika kita sadari, saham adalah sebuah instrumen investasi yang mungkin mengalami penurunan dan berpotensi mengalami kenaikan.

Dan tentu saja ada keragu-raguan bagi banyak orang yang memiliki saham untuk terus mempertahankan kepemilikan dalam sebuah saham ketika mengalami penurunan.


Namun, mari kita berbicara hal yang lainnya. Bila kita membeli sebuah kendaraan misalnya adalah mobil. Apakah Anda tahu, bahwa ketika kita menjual kendaraan mobil kita setelah kita membeli harganya akan mengalami penurunan?

Kendaraan mengalami penurunan akibat pemakaian yang terjadi. Dalam bahasa keren akuntansi dikenal dengan depresiasi penyusutan kendaraan. Itulah sebabnya mengapa kendaraan dan barang-barang yang kita gunakan bila dijual kembali akan mengalami penurunan.

Apakah kendaraan yang kita beli dibuat oleh sebuah perusahaan? Ya tentu saja, meski mungkin Anda akan berkata bahwa ada negara yang membuat kendaraan dengan industri rumahan (home industry) tapi mayoritas kendaraan diproduksi oleh sebuah perusahaan yang besar dan berskala besar (pabrik).

Setidaknya bila Anda tahu, perusahaan produsen kendaraan di Indonesia yang memiliki saham di Bursa Efek Indonesia salah satunya adalah Astra Internasional Indonesia. Apakah kendaraan yang diproduksi oleh Astra juga akan mengalami depresiasi ketika dijual kembali? Jawabannya iya. Lantas bagaimana dengan saham Astra-nya sendiri?

Ambillah sebuah rentang jangka waktu 1 tahun selama tahun 2014 maka Astra Internasional Indonesia (ASII) di harga Rp 6.750 dan pada akhir tahun 2014 harga saham ASII adalah Rp 7 400. Artinya dalam 1 tahun pergerakan perusahaannya memberikan kita pemilik sahamnya potensi keuntungan hampir 10 persen.

Sementara itu, harga kendaraan yang kita beli dari produsen yang sama justru dalam 1 tahun bisa mengalami penurunan nilai hingga diatas 10%. Belum dihitung juga dengan pembayaran pajak tahunan dari kendaraan yang harus kita keluarkan.

Memang, mungkin banyak orang yang mengatakan bahwa cara saya membandingkan tidak setara, namun saya hanya mencarikan sebuah korelasi antara kebiasaan membeli barang hasil produksi dengan memiliki perusahaan. Ya, membeli saham perusahaan adalah sebuah cara memiliki perusahaan tersebut dan itu adalah sebuah hal yang bisa jauh berbeda.

Banyak orang yang bersifat konsumtif membeli sesuatu padahal orang itu antara butuh dan tidak butuh barang tersebut. Bila Anda dengan begitu beraninya membeli barang konsumtif dengan keadaan butuh dan tidak butuh tanpa peduli dengan kerugian atas harga barang tersebut nantinya, respon itu sangat kontras dengan banyak orang yang ditawarkan berinvestasi salah satunya pada aset berbentuk saham.

Orang sering bertanya: bagaimana dengan saham yang dibelinya, apakah bisa menguntungkan dan banyak lagi. Memiliki saham yang perusahaannya baik dan berkinerja benar akan memberikan potensi kenaikan hingga kita pemiliknya merasakan keuntungan meski tidak terlepas bahwa harga saham bersifat fluktuatif, yakni bisa saja naik dan mengalami penurunan.

Investasi adalah demi masa depan kita, sedangkan konsumsi adalah membuat kita hidup hari ini, namun konsumsi yang berlebihan akan menyebabkan kita tidak memiliki masa depan.

Salam investasi untuk Indonesia.

Ryan Filbert merupakan praktisi dan inspirator investasi Indonesia. Ryan memulai petualangan dalam investasi dan keuangan semenjak usia 18 tahun. Aneka instrumen dan produk investasi dijalani dan dipraktikkan, mulai dari deposito, obligasi, reksa dana, saham, options, ETF, CFD, forex, bisnis, hingga properti. Semenjak 2012, Ryan mulai menuliskan perjalanan dan pengetahuan praktisnya. Buku-buku yang telah ditulis antara lain:Investasi Saham ala Swing Trader Dunia, Menjadi Kaya dan Terencana dengan Reksa Dana, Negative Investment: Kiat Menghindari Kejahatan dalam Dunia Investasi, dan Hidden Profit from The Stock Market, Bandarmology , dan Rich Investor from Growing Investment.
Di tahun 2015 Ryan Filbert menerbitkan 2 judul buku terbarunya berjudul Passive Income Strategy dan Gold Trading Revolution. Ryan Filbert juga sering memberikan edukasi dan seminar baik secara independen maupun bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kompas.com