Beberapa hari lalu ada seorang rekan di Twitter menanyakan dua hal yang selalu hangat untuk dibahas dan sekaligus membuat pasar modal dan bursa berjangka menjadi sebuah momok yang dianggap menakutkan.

Dua hal itu mengenai anggapan bahwa di pasar modal terdapat bandar saham dan di bursa berjangka terdapat sebuah 'stempel' bahwa broker atau pialang menjadi bandar dari transaksi sehingga ujung-ujungnya merugikan investor dan pelaku pasar.

Meskipun saya telah membahasnya dalam satu buku lengkap mengenai bandar bursa dengan judul “Bandarmology” serta praktik perdagangan di bursa berjangka dan komoditi di buku “Gold Trading Revolution”, namun kiranya saya perlu mengulas dalam satu buah artikel singkat yang bisa memberikan sebuah gambaran.

Apakah memang dalam pasar saham terdapat bandar saham? Seorang bandar dalam artian bisa mengendalikan sebuah pergerakan harga. Secara sederhana, perlu kita akui bahwa bila seseorang atau sekelompok orang memiliki uang dalam jumlah besar atau kepemilikan saham dalam jumlah besar, mereka berpotensi menjadi bandar.



Mari kita jauhi dulu konsep bandar saham yang sulit kita bayangkan. Misalkan, dalam satu kawasan, saya membeli sederetan rumah, maka harga jual dan harga sewa sederetan rumah itu akan dikendalikan oleh saya karena ke mana pun orang menanyakan harga di kawasan tersebut, semua orang akan berhadapan dengan saya sebagai penentu harga.

Pengendali kenaikan dan penurunan secara sederhana disebut sebagai bandar, betul?
Mungkin ada juga yang bertanya bagaimana mekanisme bandar bisa terjadi pada bursa saham. Secara sederhana seperti ini: ada saham PQR dan saya memiliki cukup uang untuk membelinya di harga Rp 1.000, tapi saham PQR belum memiliki kinerja yang baik atau dalam keadaan netral.

Padahal, harga saham dapat naik salah satunya diakibatkan oleh kinerja perusahaan yang membaik. Apabila tidak ada peristiwa apa pun pada perusahaan tersebut, bisa dikatakan sahamnya dalam kondisi netral. Ini tentu dari sudut pandang harga saham dari kinerja perusahaannya.

Saham PQR dalam kondisi netral, supaya harganya bisa naik, saya tiba-tiba membuat sebuah gosip panas kepada semua media bahwa akan ada kontrak kerja besar sekali yang bisa menyebabkan saham PQR naik ke Rp 3.000. Respon pasar mendengar berita tersebut menjadi begitu positif hingga harga saham tersebut naik menuju Rp 2.000.

Maka saya mulai menjual sejumlah besar saham yang dibeli di Rp 1.000 pada posisi Rp 2.000. Lalu apa yang terjadi? Saya keluar dari pasar dalam jumlah besar dengan keuntungan. Apa nasib orang-orang yang membeli saham PQR? Mengalami kerugian karena gosip yang beredar ternyata tidaklah benar sehinnga harga saham PQR mengalami penurunan.

Bila Anda ingin terhindar dari sebuah mekanisme perdagangan menyesatkan seperti itu maka perlu maka ada beberapa tips sederhana, yaitu:

1.    Janganlah bertransaksi pada saham yang sedikit volume perdagangannya
Saham yang volume perdagangannya sedikit akan mudah dimanipulasi oleh dana yang cukup besar. Contoh saham dengan volatilitas (volume perdagangan) yang tinggi adalah pada daftar indeks saham LQ45

2.    Janganlah bertransaksi hanya berdasarkan gosip, berpeganglah pada fakta
Saham bergerak liar mayoritas bukan disebabkan karena kinerja perusahaan, namun lebih sering pada berita-berita yang muncul. Seperti pada contoh yang saya berikan, ada berita yang benar dan ada berita yang sesat. Berita yang sesat memang ditujukan kepada orang yang bisa menjadi korban atau mangsa dari oknum tertentu.

3.    Milikilah selalu strategi dan edukasi
Sedikit orang yang membeli saham seharga ratusan juta dengan mengerti secara detail saham apa yang dibeli. Namun, ketika membeli sebuah pakaian, justru seseorang sangat kritis mengenai hal detail padahal berharga jauh lebih murah dari pembelian sahamnya.

Dengan memiliki sebuah strategi yang dilakukan terus menerus secara disiplin dan terus belajar, kita bisa lebih baik dari hari ke hari.

Salam investasi untuk Indonesia

Kompas.com